Semakin maju suatu jaman maka pola pokir dan perilaku akan sendirinya berubah menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, mencoba beradaptasi, agar tidak di anggap sebagai orang yang “cupu” dari segi apapun, sehingga melahirkan pemikiran yang secara manusiawi dengan mengamati lingkungan tempat dimana orang itu menetap.
Yang dahulunya manusia bertelanjang bulat kemudian beralih untuk menutupi badannya dengan kulit hewan atau kulit pepohonan (baca: sejarah pakaian) sehingga atas desakan kebutuhan secara manusiawi, dengan makin berkembangnya pemikiran untuk selalu memperbahurui, maka lahirlah penemuan kain yang dipakai sampai sekarang.
Tidak cukup sampai disitu, manusia dengan segala kreativitasnya atas penemuan tersebut, mencoba mengotak-atik lagi sehingga menjadikannya sebuah seni yang menempel dan menutupi bagian-bagian tubuh manusia secara sempurna sehingga terlindung dari sinar matahari, pandangan orang dan lain-lain.
Di jaman yang dikatakan moderen ini manusia pada umumnya berlomba-lomba untuk memenuhi kebutuhan primer yang lebih besar, salah satunya pakaian, dibandingkan dengan jaman dahulu kala yang hanya alakadarnya saja, karena pada saat itu pakaian bukanlah sesuatu yang mengandung seni.
Tapi di jaman moderen sekarang, pakaian adalah bagian dari seni dan kebutuhan yang harus ada, dibuktikan dengan adanya pentas-pentas model pakaian yang di adakan oleh desainer-desainer untuk menunjukan keindahan karyanya. Yang tiap generasi mengalami perubahan bentuk. Celana levi’s Pada tahun 70-an pasti berbeda dengan celana levi’s pada saat sekarang, begitupun dengan baju dan lain sebagainya.
Perubahan secara signifikan terjadi terhadap pakaian perempuan yang begitu banyak variasi dan model yang menjadikan perempuan sebagai “pasar” yang sangat menguntungkan saat ini, mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut sehingga perempuan paling diperhatikan dari segi penampilan dan yang paling banyak kebutuhan dalam berhias diri. Di sini saya bukan mendiskreditkan perempuan tapi sedikit menerangkan dan memang keyataanya demikian.
Karena penampilan ini sangat diutamakan oleh perempuan, tidak jarang juga cara berpakaian mereka melanggar etika agama mereka sendiri, salah satu contoh, misalnya yang marak beredar sekarang di kalangan sebagian perempuan muda yang berjilbab yang seolah-olah jilbab sebagaitrend untuk bergaya dan menunjukan identitas diri kalau mereka orang Islam, sehingga secara tidak sengaja menciderai nilai-nilai Islam yang mengajarkan tata cara berpakaian yang baik dan benar menurut syariat Islam.
Di dalam Islam sendiri telah diatur tata cara berpakaian menurut syariatnya, sehingga tidak menimbulkan pandangan-pandang negatif terhadap si pemakainya, tapi kenapa masih ada perempuan memakai jilbab yang tidak sesuai dengan syariatnya? Karena jilbab sebagian perempuan mempresepsikan sebagai trend kekinian dan gaya hidup moderen yang nilai-nilai relegiusnya tidak perlu lagi di utamakan. Sehingga lekukan tubuh bukan lagi persoalan yang harus di anggap tabu di kalangan jilboobs.
Perempuan memakai jilbab yang memperlihatkan lekukan tubuhnya biasa diistilahkan dengan jilboobs. Adanya kaum hawa yang menggunakan jilbab yang memperlihatkan lekukan tubuhnya tersebut, karena kurangnya pengetahuan terhadap yang mereka kenakan di kepalanya.
Dengan adanya permasalahan pergeseran pemikiran tersebut yang mencoba mencederai syariat Islam, maka dari itu butuh pendekatan persuasif yang secara intens kepada perempuan mudah, sehingga memberi mereka wawasan dan pengetahuan yang luas terhadap pemakaian jilbab itu sendiri, Sehingga ketika mereka ingin berjilbab bukan lagi proses belajar menyesuaikan diri tapi telah mantap secara pengetahuan berdasarkan asas relegiusnya.
Dengan berkurangnya kesadaran relegius, sehingga jilbab hanya di jadikan sebagai alat untuk bergaya kekinian mengikuti perkembangan jaman dan arus fashionable, apalagi didalam dunia akademik sebagai media sosialisasi yang sangat efektif sehingga mudah sekali terpengaruh dengan gaya hidup hedon (baca: hedonisme).
Sering saya lihat di kampus tempat di mana saya kuliah, banyak sekali perempuan jilbab yang diistilahkan sebagai jilboobs ini. Malah jika dilihat, lebih sopan yang tidak memakai jilbab tapi baju yang longgar dibandingkan dengan yang memakai jilbab tapi memakai pakaian ketat.
Kesadaran dalam hal esensi ternyata mengalami degradasi, jika di lihat fenomena jilboobs ini. karena jilbab bukan lagi sesuatu hal yang di anggap sakral berdasarkan esensinya. Tapi telah bergeser sebagai trend kekinian yang mencoba menghilangkan esensi dari jilbab itu sendiri. Jangan sampai konotasi negatif menghapiri perempuan berjilbab demikian dikarenakan pakaiannya yang konrofersial tersebuat.
Dengan tumbuhnya kesadaran perempuan muda muslim ingin berjilbab, yang membawa nilai-nilai Islami, haruslah berdampak positif terhadap masyarakat bukan sebaliknya. karena perempuan muda sekarang akan menjadi penerus yang akan mendidik generasi mereka suatu saat, sehingga butuh wawasan dan pengetahuan luas terhadap mereka, bukan hanya dari segi akademis tapi juga agamis.
Kesadaran yang berdasarkan niat yang tulus untuk “menutup” diri, sebagaiman yang di syariatkan, akan membawa citra baik kepada masyarakat umum, sehingga bukan lagi gaya kekinian tapi sebagai agen-agen perubahan menuju arah yang positif. dan setidaknya jika ingin berjilbab lebih baik pengetahuan tentang jilbab didahulukan, dibandingkan berjilbab tapi tidak berpengatahuan tentang jilbab itu sendiri.